Kamis, 30 Juni 2011

Pijakkan Kaki Setinggi-tingginya!

Soe Hok Gie. Nama yang sudah tidak asing lagi bagi saya dan mungkin kebanyakan orang. Saya sendiri baru mengenal sosoknya satu tahun yang lalu, saat saya baru bergabung dengan Khatulistiwa (Khazanah tulisan-tulisan jiwa) .Saya mengenalnya lewat film, yang sebenarnya sudah rilis sejak 5 tahun lalu. Dan setelah itu saya mulai mencari tahu lebih jauh tentang seorang keturunan tionghoa yang ideologinya sangat dikenal 40 tahun-an lalu itu. Ternyata sebelumnya sudah terbit buku dengan judul yang sama, sejak 10 tahun sebelum kelahiran saya. Tepatnya tahun 83. Setelah itu semakin saya mencintai sosok sang demonstran ini. Menyukai ideologinya, tulisannya, dan puisi-puisinya. Peristiwa ini sempat membuat saya menjadi seorang yang agak sedikit freak dengan 'naik gungung'. Sampai-sampai belum ada empat bulan saya bergabung dengan Khatulistiwa, mapala kampus parmad, saya sudah diangkat menjadi sekretarisnya. Padahal harusnya angkatan 2008 yang menjabat.
Tapi bukanlah dia yang membuat saya tertarik menjadi seorang wanita yang mencintai alam, menyukai pendakian. Bukan karena ikut-ikutan juga saya memposisikan mandalawangi sebagai tempat favorit saya. Hingga rela bermandikan keringat sambil berpanas-panasan menaklukan sang puncak. Saya tidak pernah takut kulit saya terbakar sehingga kulit saya jadi gelap, atau tangan saya akan kasar karena terlalu sering memegang tambang atau menyibak rumput dan ilalang liar dihutan. Belajar membuat bipak dihutan, mencari arah mata angin tanpa kompas, dan segala macamnya tentang survival.
Mmemang belum banyak puncak gunung yang telah saya taklukan. Kendala waktu dan izin dari orang tua lah alasannya. Tapi setidaknya lebih dari sepuluh gunung telah saya daki. Gede, pangrango, bromo, semeru, salak, bunder, dan beberapa lainnya. Pengalaman yang saya dapat pun bukan hanya sebatas berhasil memijakkan kaki atau menancapkan bendera di dataran yang tinggi itu, bukan hanya berakhil leat tulisan atau semacamnya.
Adalah ayah saya yang mendidik saya menjadi wanita yang mandiri, pantang menyerah, dan yang pasti tidak manja. Hal ini menjadikan saya sama sekali tidak feminin, sampai-sampai adik saya memanggil saya “ Cewek maco” dan hal ini pula lah yang membuat saya dengan semangat tinggi dan hati ikhlas berjalan berkilo-kilo meter dengan membawa beban tas ceril yang super gede di punggung. Ayah saya mengajarkan saya untuk mencintai lingkungan, sejak saya belum bisa membaca. Mengajak saya untuk mengenal lingkungan lebih dalam, menganggap lingkungan sebagai bagian dari Satu tujuan saya yang membuat saya menikmati hobi ini, memijakkan kaki ketempat setinggi-tingginya. Bagi saya, semakin tinggi tempat yang saya capai, semakin hilang rasa lelah saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar